Minggu, 02 Desember 2012

Trauma Kepala




“TRAUMA KEPALA”



OLEH
GLORIA BETSY ALFATINA
AOA0100486




DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG
2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Medikal Bedah dengan judul TRAUMA KEPALA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah sebagai syarat untuk memenuhi kriteria penilaian. Makalah ini dibuat berdasarkan beberapa referensi buku maupun internet. Dan makalah ini berisikan tentang pengertian TRAUMA KEPALA, etiologi,gejala, faktor resiko, patofisiologi, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan TRAUMA KEPALA..
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca agar mereka dapat mengetahui dan mendapatkan pengetahuan yang lebih baik tentang TRAUMA KEPALA.. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.


Malang, 04 Juni 2012


  Penyusun











DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL................................................................................       1
KATA PENGANTAR.............................................................................       2
DAFTAR ISI.............................................................................................       3
BAB I    :     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.................................................................       4
B.     Rumusam Masalah...........................................................       4
C.     Tujuan .............................................................................       5
BAB II :      PEMBAHASAN
A.    Anatomi system persarafan..............................................       6
B.     Pengertian Trauma Kepala...............................................       9
C.     Jenis Trauma Kepala........................................................       9
D.    Patofisiologi.....................................................................       15
E.     Skor Koma Glasgow (SKG) ...........................................       16
F.      Penyebab Trauma Kepala................................................       19
G.    Pemeriksaan diagnostik...................................................       19
H.    Penatalaksanaan Medis....................................................       20
I.       Asuhan Keperawatan.......................................................       20
BAB III :     PENUTUP
A.    Kesimpulan......................................................................       31
DAFTAR PUSTAKA







BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Lebih dari 80% penderita trauma  yang datang ke rumah sakit selalu disertai cedera kepala. Sebagaian besar penderita trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,berupa tabrakan sepeda motor,mobil,sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian,tertimpa benda (ranting pohon,kayu,dll), olahraga, korban kekerasan (misalnya: senjata api,golok,parang,batang kayu,palu,dll)
Kontribusi paling banyak terhadap trauma kepala serius adalah ada kecelakaan sepeda motor,dan sebagian besar diantaranya tidak menggunakan helm atau menggunakan helm yang tidak memadai (>85%). Dalam hal ini dimaksud dengan tidak memadai adalah helm yang terlalu tipis dan penggunaan helm tanpa ikatan yang memadai,sehingga saat penderita terjatuh,helm sudah terlepas sebelum kepala membentur lantai.

B.     Rumusan Masalah
·         Bagaimana Anatomi system persyarafan?
·         Apa Pengertian trauma kepala?
·         Apa Jenis trauma?
·         Bagaimana Patofisiloginya?
·         Bagaimana Skor koma glasgow (skg)?
·         Apa Penyebab trauma kepala?
·         Bagaimana Uji diagnostic?
·         Bagaimana Penatalaksanaan medis?
·         Bagaimana Asuhan keperawatan?





C.     Tujuan
·         Mengetahui Anatomi system persyarafan
·         Mengetahui Pengertian trauma kepala
·         Mengetahui Jenis trauma
·         Mengetahui Patofisiloginya
·         Mengetahui Skor koma glasgow (skg)
·         Mengetahui Penyebab trauma kepala
·         Mengetahui Uji diagnostic
·         Mengetahui Penatalaksanaan medis
·         Mengetahui Asuhan keperawatan













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Anatomi system persyarafan

a.       Susunan saraf manusia:
1.      Susunan saraf pusat
·         Otak besar atau serebum
·         Otak kecil atau serebelum
·         Batang otak
2.      Susunan saraf perifer
·         Susunan saraf somatik
·         Susunan syaraf otonom
1.      Susunan saraf simpatis
2.      Susunan saraf parasimpatis

b.      Selaput otak meningen
Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang yang berfungsi melindungi struktur saraf yang halus, membawa darah dan cairan sekresi serebrospinalis serta memperkecil benturan atau getaran pada otak dan sumsum tulang belakang.
1.      Durameter: adalah lapisan paling luar menutup otak dan medulla spinalis. Bersifat liat,tebal,tidak elastic,berupa serabut dan berwarna abu-abu.
2.      Arakhnoidea: adalah membran bagian tengah bersifat tipis dan lembut menyerupai laba-laba.membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah.
3.      Piameter: adalah membrane yang paling dalam berupa dinding yang tipis,transparan,yang menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan daerah otak.
c.       Otak
Otak adalah suatu alat yang sangat penting karena merupakan pusat computer dari semua alat tubuh.
1.      Otak besar (serebrum)
Terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus,substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam. Substansia grasea terbentuk dari badan-badan sel saraf dan memenuhi korteks serebri,nucleus dan basal ganglia. Substansi alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-nagian otak dengan bagian yang lain.
Keempat lobus serebrum adalah: frontal,pariental,te,mporal,oksipital.
2.      Diensefalon
Diensefalon berisi thalamus,hipotalamus dan kelenjar hipofisis. Thalamus berada berada pada salah satu sisi pada sepertuga ventrikel dan aktifitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua implus memori,sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
3.      Batang otak
Terletak pada fossa anterior,bagian-bagiannya meliputi: otak tengah, pons, dan medulla oblongata. Otak tengah menghubungkan pons dsan serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat reflex pendengaran dan penglihatan.
Pons terletak didepan serebelum antara otak tengah dan medulla serta merupakan jembatan antara dua bagian serebelum.
4.      Serebelum
Serebelum terletak pada fosaa posterior dan terpisah dari hemister serebral,lipatan dura meter tentorium serebelum. Berfungsi mengotrol gerakan dan keseimbangan.
d.      Medulla spinalis
Medulla spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari hemisfer serebral sebagai penghubung otak dan saraf perifer. Medulla spinalis panjangnya 45cm memanjang dari foramen magnum didasar tengkorak sampai bagian atas lumbal kedua tulang belakang. Medulla spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal,12 thorakal,5 lumbal,5 sakral dan 5 segmen koksigius.
e.       Sistem saraf  perifer
Merupakan seperangkat saluran biasa yang terletak diluar system saraf pusat. Saraf perifer merupakan saraf tunggal yaitu saraf motorik,sensorik,dan campuran. Saraf perifer terdiri dari 12 pasang saraf cranial yang membawa implus dari dank e otak,3spinalis.1 pasang saraf spinal,yang membawa implus ke dan dari medulla. Tiap saraf member penginraan bagian-bagian disebut dermatotomis. Saraf perifer yang menyalurkan informasi ke saraf pusat ialah aferen dan sensorik,saraf perifer yang mengirim informasi dari pusat saraf disebut eferen atau motorik.
f.       Sistem saraf autonom
Kotraksi otot yang tidak dibawa control kesadaran,seperti otot jantung,sekresi semua digesti dan kelnjar keringat serta aktifitas organ endokrin dikotrol oleh system saraf autonom. Hipotalamus dalam pengawasan system saraf autonom.
g.      System saraf simpatis dan parasimpatis
Sebagai mediator pada stimulus simpatis adalah noreepinefrin. Mediator implus parasimpatis adalah asetilkolin. Pada system saraf simpatis: siap siaga untuk membantu proses kegawatdaruratan. Tubuh mempersiapkan untuk respon “fight or fight” jika ada ancaman. System saraf parasimpatis sebagai pengontrol dominan,untuk efektor visceral atau organ yang ada didalam tubuh dari dalam.

B.     Pengertian Trauma Kepala
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006)

C.    Jenis Trauma
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.
Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut;
a)      Fraktur
Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut:
·         Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit
·         Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan ‘splintering’.
·         Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
·         Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008).

Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala berat (Graham and Gennareli, 2000; Orlando Regional Healthcare, 2004). Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye (penumpukan darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004).
Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari (Garg, 2004).

b)      Luka memar (kontosio)
Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana n pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).
Umumnya,individu yang mengalami cidera luas mengalami fungsi motorik abnormal,gerakan mata abnormal,dan peningkatan TIK yang merupakan prognosis buruk.

c)      Cedera kepala ringan (Komosio)
Setelah cidera kepala ringan,akan terjadi kehilangan fungsi neurologis sementara dan tanpa kerusakan struktur. Komosio (commotio) umumnya meliputi suatu periode tidak sadar yangberakir sselama beberapa detik sampai beberapa menit. Kedaaan komosio ditunjukan dengan gejala pusing atau berkunang-kunang. Dan terjadi kehilangan kesadaran penuh sesaat. Jika jaringan otak dilobus frontal terkena klien akan berperilaku sedikit aneh,sementara jika lobus temporal yang terkena maka akan menimbulkan amnesia dan disoreintasi.
Penatalaksanaan meliputi kegiatan:
·         Mengobservasi klien terhadap adanya sakit kepala,pusing,peningkatan kepekaan terhadap rangsang dan cemas.
·         Memberikan informasi,penjelasan,dan dukungan terhadap klien tentang dampak paskacomosio
·         Melakukan perawatan 24 jam sebelum klien dipulangkan klien dipulangkan
·         Memberitahukan klien/keluarga untuk segera membawa klien kerumah sakit jika ditemukan tanda-tanda sukar bangun,konvulsi (kejang),sakit kepala berat,muntah,dan kelemahan pada salah satu sis tubuh
·         Mengajurkan klien untuk melakukan untuk melakukan kegiatan normal perlahan dan bertahap.

d)     Laserasi (luka robek atau koyak)

Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.
e)      Abrasi

Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.
e) Avulsi

Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000).


1.      Perdarahan Intrakranial
a.      Perdarahan Epidural (Hematoma Epidural)
Setelah cedera kepala ringan, darah terkumpul diruan epidural (ekstradural) diantara tengkorak dan durameter. Keadaan ini sering diakibatkan karena terjadinya fraktur tulang tengkorank yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi)-dimana arteri ini berada diantara dura meter dan tengkorak menuju bagian tipis tulang temporal-dan terjadi hemoragik sehingga terjadi penekanan pada otot.
Penatalaksanaan untuk hematoma epidural dipertimbangkan sebagai keadaan darurat yang ekstrem,dimana deficit neurologis atau berhentinya pernafasan dapat terjadi dalam beberapa menit. Tindakan yang dilakukan terdiri atas membuat lubang pada tulang tengkorak (burr),mengangkat bekuan dan mengontrol titik pendarahan.
b.      Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah pengumpulan darah pada ruang diantara dura meter dan dasar otak,yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma subdural paling dering disebabkan karena trauma,tetapi dapat juga terjadi akibat kecenderungan pendarahan yang serius dan aneurisma. Hematoma subdural lebih sering terjadi pada venadan merupakan akibat dari putusnya pembuluh darah kecilyang menjebatani ruang subdural. Hematoma subdural bisa terjadi akut,subakut,dan kronis tergantung padaukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah pendarahan yang terjadi.

1.      Perdarahan subdural akut
Hematomasubdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Biasanya klien dalam keadaankomaatau mempunyai keadaan klinis yang sama dengan hematoma epidural tekanan darah meningkat dan frekuensi nadi lambat dan pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat.
·         Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah.
·         Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.

2.      Perdarahan subdural subakut
Hematoma subdural subakut adakah sekuel dari kontusio sedikit berat dan dicurigai pada klien dengan kegagalan untuk meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala.
Tanda-tanda dan gejalanya hampir sama pada hematoma subdural akut yaitu:
·         Nyeri kepala
·         Bingung
·         Mengantuk
·         Menarik diri
·         Berfikir lambat
·         Kejang
·         Oedema pupil

3.      Perdarahan subdural kronis
Hematoma subdural kronis menyerupai kondisi lain yang mungkin dianggap sebagai stroke. Pendarahan sedikit menyebar dan mungkin dapai kompresi pada intracranial. Darah dalam otak mengalami perubahan karakter dalam 2-4 hari,menjadi kental dan lebih gelap. Dalam beberapa minggu bekuan mengalami warna serta konsistensi seperti minyak mobil. Otak beradaptasi pada invasi benda asing ini,tanda serta gejala klinis klien berfluktuasi seperti terdapat sering sakit kepala hebat,kejang fokal.
Tindakan terhadap hematoma subdural kronis terdiri atas bedah pengangkatan bekuan dengan dengan menggunakan penghisap dan pengirigasian area tersebut. Proses ini dapat dilakukan melalui pembuatan lubang (burr) ganda atau kraniotomi yang dilakukan untuk lesi massa subdural yang cukup besar yang dapat dilakukan melalui pembuatan lubang (burr).


D.   
Trauma kepala
PATOFISILOGI
Kulit kepala
Tulang kepala
Jaringan otak
Hematom pada kulit
Fraktur linear
Komusio,hematoma, edema,kontusio
Fraktur linear,fraktur communited,fraktur depressed,fraktur basis
TIK meningkat
Respon fisiologis otak
Cedera otak sekunder
Kerusakan sel otak menigkat
Peningkatan rangsangan simpatis
Peningkatan tahanan vaskuler sistemik dan TD meningkata
Penurunan tek.pemb. darah pulmonal
Peningkatan tek.hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Edema paru
Edema otak
Gangguan autoregulasi
Cedera otak primer
Ringan,Sedang,berat
Gangguan kesadaran, gangguan TTV, kelainan neurologis
Hipoksemia serebral
kelainan
Stress lokalis
Peningkatan ketokolamin peningkatan sekresi asam lambung
Mual muntah
Gangguan perfusi jaringan
Gangguan pola nafas
Difusi O2 terhambat
Intake nutrisi tidak adekuat
Hipoksemia
heperkapnea

Aliran darah ke otak menurun
Gangguan perfusi serebral
Peningkatan asam laktat
O2 menurun : Gangguan metebolisme
Cedera otak
 






























E.     Skor Koma Glasgow (SKG)
Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah;
1.      Proses membuka mata (Eye Opening)
2.      Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)
3.      Reaksi bicara (Best Verbal Response)

Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).

Table 2.1 Skala Koma Glasgow
Eye Opening
RESPON MATA
≥ 1 TAHUN
0-1 TAHUN
4
Mata terbuka dengan spontan
Membuka mata spontan
3
Mata membuka setelah diperintah
Membuka mata oleh teriakan
2
Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri
Membuka mata oleh nyeri
1
Tidak membuka mata
Tidak membuka mata
Best Motor Response
RESPON MATA
≥ 1 TAHUN
0-1 TAHUN
6
Menurut perintah
Belum dapat dinilai
5
Dapat melokalisir nyeri
Melokalisasi nyeri
4
Menghindari nyeri
Menghindari nyeri
3
Fleksi (dekortikasi)
Fleksi abnormal (decortikasi)
2
Ekstensi (decerebrasi)
Eksternal abnormal
1
Tidak ada gerakan
Tidak ada respon
Best Verbal Response
RESPON MATA
>5  TAHUN
2-5 TAHUN
0-2 TAHUN
5
Orientasi baik dan mampu berkomunikasi
Menyebutkan kata-kata yang sesuai
Menangis kuat
4
Disorientasi tapi mampu berkomunikasi
Menyebutkan kata-kata yangtidak sesuai
Menangis lemah
3
Menyebutkan kata-kata yang tidak sesuai (kasar, jorok)
Menangis dan menjerit
Kadang-kadang menagis / menjerit
2
Mengeluarkan suara
Mengeluarkan suara lemah
Mengeluarkan suara lemah
1
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon







Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;
1.      Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 – 15
2.      Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 – 13
3.      Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 – 8

a) Trauma Kepala Ringan
Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004).
Tanda dan gejala:
·         Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
·         Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
·         Mual atau dan muntah.
·         Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
·         Perubahan keperibadian diri.
·         Letargik.

b) Trauma Kepala Sedang
Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004).

c) Trauma Kepala Berat
Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles etal., 1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004).
Tanda dan gejala:
·         Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat.
·         Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
·         Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
·         Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.


F.     Penyebab Trauma Kepala

Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:
1.      Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).
2.      Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
3.      Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).

G.    UJI DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic untuk pasien cedera kepala meliputi hal-hal dibawah ini:
1.      CT-scan (dengan tanpa kontras)
2.      MRI
3.      Angiografi berkala
4.      EEG berkala
5.      Foto rontgen
6.      PET
7.      Pemeriksaan CFS
8.      Kadar elektrolit
9.      Skrining toksikologi
10.  AGD

H.    PENATALAKSANAAN MEDIS
1.      Angkat klien dengan papan datar untuk mempertahankan  posisi kepala dan leher sejajar.
2.      Traksi ringan pada kepala
3.      Kolar servikal
4.      Terapi untuk mempertahankan homeostasis otak dan mencehag kerusakan otak
5.      Tindakan terhadappeningkatan TIK
6.      Tindakan pendukung yang lain,yaitu:
·         Pemantauan ventilasi
·         Pencegahan kejang
·         Pemantauan cairan dan elektrolit
·         Keseimbangan nutrisi

I.       ASUHAN KEPERAWATAN
a.       PENGKAJIAN
1.      Identitas klien
2.      Riwayat kesehatan
3.      Riwayat tidak sadar atau anamnesis setelah cedera kepala menunjukan derajat kerusakan yang berarti,dimana perubahan selanjutnya dapat menunjukan pemulihan atau terjadinya kerusakan otak sekunder.
4.      Komplikasi
·         Edema serebral dan herniasi
·         Deficit neurologis
·         Infeksi sistemik (pneumonia,ISK,septikemia)
·         Infeksi bedah neuro (infeksi luka, osteomeilitis, meningitis, ventrikulitis, abses otak)
·         Osifikasi heterotrofik ( nyeri tulang pada sendi-sendi yang menunjang berat badan)
5.      Pemeriksaan fisik:
·         Keadaan umum
·         Pada keadaan cedera kepala biasanya mengalami penurunan kesadaran (cedera kepala ringan,GCS: 13-15; cedera kepala sedang GCS: 9-12; cedera kepala berat GCS: kurang atau sama dengan 8) dan terjadi juga perubahan tanda-tanda vital.
6.      Breathing (B1)
Perubahan system persyarafan tergantung gradasi dari perubahan serebral akibat trauma kepala.
·         Inspeksi : klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi nafas. Terdapat retraksi klafikula/dada, pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada tidak penuh dan tidak simetris.
·         Palpasi: fremitus menurun disbanding dengan sisi yang lain akan didapatkan jika melibatkan trauma pada rongga otak.
·         Perkusi: adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada thorak/hematoraks.
·         Auskultasi: bunyi nafas tambahan,stridor,ronchi pada klien yang dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk menurun terutama pada status kesadaran koma.
7.      Blood (B2)
·         Sering ditemukan syok hipovelemik pada cedera kepala sedang dan berat. Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardi  dan aritmia. Frekuansi nadi cepat dan lemah Karen homeostatis tubuh untuk menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.
·         Nadi bradikardi sebagai tanda perubahan perfusi jaringan otak
·         Kulit pucat karena penurunan kadar hemoglobin dalam darah
·         Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari syok
·         Terjadi retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus sehingga elektrolit meningkat.
8.      Brain (B3)
·         Pengkajian tingkat kesadaran : letargi,stupor,semikomatosa sampai Koma
·         Pengkajian fungsi serebral
·         Pengkajian saraf cranial

9.      Bladder (B4)
·         Kajji keadaan urine meliputi warna,jumlah, dan karakteristik urine termasuk berat jenis urine
·         Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfudsi pada ginjal
·         Setelah cedera kepala,klien terjadi inkotinensia urine
10.  Bowel (B5)
·         Terjadi kesulitan menelan,nafsu makan menurun,mual dan muntah pada fase akut. Defekai terjadi kontipasi akibat penurunan peristaltic usus
·         Pemeriksaan rongga mulut terdapat mulut dan dehidrasi
·         Bising usus menurun atau hilang. Motiitas usus menurun
11.  Bone (B6)
Disfungsi motorik yaitu : kelemahan pada seluruh ekstrimitas. Kaji warna kulit ,suhu kelembabpan dan turgor kulit,warna kebiruan. Pucat pada wajah dan membrane mukosa karena rendahnya kadar hemoglobin atau syok. 



b.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membrane alveolar-kapiler.
Ditandai dengan:
DS: klien mengatakan sulit bernafas dan sesak nafas
DO:
a)      Gangguan visual
b)      Penurunan karbon dioksida
c)      Takikardia
d)     Tidak dapatistirahat
e)      Somnolen
f)       Irritabilitas
g)      Hipoksia
h)      Bingung
i)        Dispnea
j)        Perubahan warna kulit (pucat,sianosis)
k)      Hipoksia atau hiperkabia
l)        Frekuensi dan irama pernafasan abnormal
m)    Sakit kepala saat bangun tidur
n)      Diaphoresis
o)      pH darah arteri abnormal
p)      mengorok
2.      Ketidakefektifan perfusi jaringan serebralyang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
Ditandai dengan:
DS : klien/keluarga mengatakan adanya kejang
DO :
a)      Perubahan tingkat kesadaran
b)      Gangguan atau kehilangan memori
c)      Deficit sensori
d)     Perubahan tanda vital
e)      Perubahan pola istirahat
f)       Retensi urine
g)      Gangguan berkemih
h)      Nyari akut atau kronik
i)        Demam
j)        Mual
k)      Muntah
l)        Bradikardi
m)    Perubahan pupil (ukuran)
n)      Pernafasan Cheyne-Stokes Kussmaul

3.      Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovascular
Ditandai dengan:
DS: klien mengatakan kesulitan untuk bergerak dan memerlukan bantuan untuk bergarak
DO :
a)      Kelemahan
b)      Parestesia
c)      Paralisis
d)     Ketidakmampuan
e)      Kerusakan koordinasi
f)       Keterbatasan rentang gerak
g)      Penurunan kekuatan otot
4.      Gangguan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat sekunder dari  penurunan tingkat kesadaran.
Ditandai dengan:
DS: keluarga mengatakan klien tidak sadar
DO:
a)      Klien menunjukan ketidakadekuatan nutrisi
b)      Terjadi penurunan BB 20 % atau lebih dari berat badan ideal
c)      Konjungtiva anemis
d)     Hemoglobin abnormal
e)      Penurunan tingkat kesadaran
5.      Resiko aspirasi yang berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Ditandai dengan:
DS; klien / keluarga mengatakan klien sulit menelan
DO:
a)      Batuk saat menelan
b)      Dispnea
c)      Delirium
d)     Soporakoma
e)      Koma
f)       Penurunan PaCO2
6.      Resiko mencederai diri sendiri : trauma jatuh berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Ditandai dengan:
DS: keluarga mengatakan klien gelisah
DO:
a)      Disorentasi waktu
b)      Gelisah
c)      Letargi
d)     Stupor
e)      CT­-scan kepala menunjukan adanya kerusakan






















RENCANA TINDAKAN

NO
Tgl/jam
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.

Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membrane alveolar-kapiler.
Ditandai dengan:
DS: klien mengatakan sulit bernafas dan sesak nafas
DO:
a)      Gangguan visual
b)      Penurunan karbon dioksida
c)      Takikardia
d)     Tidak dapat istirahat
e)      Somnolen
f)       Irritabilitas
g)      Hipoksia
h)      Bingung
i)        Dispnea
j)        Perubahan warna kulit (pucat,sianosis)
k)      Hipoksia atau hiperkabia
l)        Frekuensi dan irama pernafasan abnormal
m)    Sakit kepala saat bangun tidur
n)      Diaphoresis
o)      pH darah arteri abnormal
p)      mengorok

Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 jam,gangguan pertukaran gas teratasi.

kriteria hasil:
1.      klien akan merasa nyaman
2.      klien mengatakan sesak berkurang dan dapat membandingkan dengan keadaan sesak pada saat serangan (onset) yang berbeda waktu.
3.      TD dalam batas normal 90/60 mmhg
3-6th: 110/70 mmhg
7-10th: 120/80 mmhg
11-17th: 130/80 mmhg
18-44th: 140/90 mmhg
45-64th: 150/95 mmhg
>65 th:  160/95 mmhg
(Campbell,1978)

Nadi dalam batas normal:
Janin: 120-160x/mnt
Bayi: 80-180x/mnt
Anak: 70-140x/mnt
Remaja: 50-110x/mnt
Dewasa; 70-82x/mnt

4.      AGD dalam batas normal
pH: 7,35-7,45
CO2: 20-26 mEq (bayi) 26-28 mEq (dewasa)
PO2 (PaO2):80-110 mmhg
PCO2 (PaCO2):35-45mmhg
SaO2: 95-97%
1.      Istirahatkan klien dalam posisi semifowler



2.      Pertahankan oksigenasi
















3.      Observasi tanda vital tiap jam atau sesuai respon klien










4.      Kolaborasi pemeriksaan AGD
Posisi semifowler membantu dalam ekpansi otot-otot pernafasan dengan pengaruh graviatsi.

Oksigen sangat penting sekali dalam memelihara suplai ATP. Kekurangan oksigen pada jaringan akan menyebabkan lintasan metabolism yang normal dengan akibat terbentuknya asam laktat (asidosis metabolik) ini bersama dengan asidosis respiratorik akan menghentikan metabolisme. Regenerasi ATP akan berhenti sehingga tidakada lagi sumber energi yang terisi dan terjadi kematian.

Normalnya TD akan sama pada berbagai posisi.
Nadi menandakan tekanan dinding arteri
Suhu tubuh abnormal disebabkan oleh mekanisme pertahanan tubuh yang menandakan tubuh kehilangan daya tahan atau mekanisme pengaturan suhu tubuh yang buruk.

Sesak nafas merupakan tanda bahwa tubuh memiliki mekanisme kompensasi sedang bekerja guna mencoba membawa oksigen lebih banyak ke jaringan. Sesak nafas pada penyakit paru dan jantung mengkhawatirkan karena dapat timbul hipoksia.
2

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebralyang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
Ditandai dengan:
DS : klien/keluarga mengatakan adanya kejang
DO :
1.      Perubahan tingkat kesadaran
2.      Gangguan atau kehilangan memori
3.      Deficit sensori
4.      Perubahan tanda vital
5.      Perubahan pola istirahat
6.      Retensi urine
7.      Gangguan berkemih
8.      Nyari akut atau kronik
9.      Demam
10.  Mual
11.  Muntah
12.  Bradikardi
13.  Perubahan pupil (ukuran)
14.  Pernafasan Cheyne-Stokes Kussmaul


Setelah dilakukan intervensi keparawatan, klien tidak menunjukan peningkatan TIK .


Kriteia hasil:
1.      Klien akan mengatakan tidak sakit kepala dan merasa nyaman
2.      Mencegah cedera
3.      GCS dalam batas normal
4.      Peningkatan pengetahuan pupil membaik
5.      Tanda vital dalam batas normal
1.      Ubah posisi klien secara bertahap


2.      Jaga suasana tenang



3.      Atur posisi pasien bedrest


4.      Kurangi cahaya ruangan


5.      Tinggikan kepala



6.      Hindari rangsangan oral

7.      Angkat kepala dengan hati-hati


8.      Awasi kecepatan tetesan cairan infuse

9.      Berikan makanan personde susuai jadwal



10.  Pasang pagar tempat tidur

11.  Pantau tanda gejala TIK





12.  Kaji respon pupil



13.  Kaji tanda vital

Klien dengan paraplegia berisko mengalami luka tekan (dekubitus).

Suasana nyaman akan memberikan rasa nyaman pada klien dan mengurangi ketegangan.

Bedrest bertujuan mengurangi kerja fisik,beban  kerja jantung.

Cahaya merupakan rangsangan yang beriko meningkatkan TIK

Membantu drainase vena untuk mengurangi kongesti serebrovaskuler

Rangsangan oral resiko terjadi peningkatan TIK

Tindakan yang kasar beresiko terhadap peningkata TIK


Mencegah resiko ketidak seimbangan cairan


Mencegah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dan mempercepat proses penyembuhan


Mencegah resiko cedera jatuh akibat tidak sadar

Fungsi kortikal dapat dikaji dengan mengevaluasi pembukaan mata dan respons motorik. Tidak ada respon menunjukan kerusakan masenfalon.

Perubahan pupil menunjukan tekanan pada saraf okulomotorius atau optikus

Tanda vital menunjukan peningkatan TIK
3

Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovascular
Ditandai dengan:
DS: klien mengatakan kesulitan untuk bergerak dan memerlukan bantuan untuk bergarak
DO :
1.      Kelemahan
2.      Parestesia
3.      Paralisis
4.      Ketidakmampuan
5.      Kerusakan koordinasi
6.      Keterbatasan rentang gerak
7.      Penurunan kekuatan otot

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan hidrasi terpenuhi.

kriteria hasil:
1.      Turgor kulit baik
2.      Tanda vital dalam batas normal
3.      Nilai elektrolit serum dalam batas normal
4.      Berat badan dalam batas normal.
1.      Pantau keseimbangan cairan

2.      Pantau tanda-tanda vital


3.      Pemeriksaan serial elektrolit darah atau urine dan osmolalitas







4.      Evaluasi elektrolit




5.      Lakukan uji urine
Kerusakan otak dapat menghasilkan disfungsi hormonal dan metabolic

Memeriksa keadaan umum



Hal ini dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium. Retensi natrium dapat terjadi beberapa hari,diikuti dengan diuresis natrium. Peningkatan letargi,konfusi,dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.


Fungsi elektrolit dievaluasi dengan memantau elektrolit,glukosa serum,serta intake dan output.

Urine diuji secarater atur untuk mengetahui kandungan aseton.




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak dengan gangguan fungsi normal otak karena trauma baik karena trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neurologis terjadi karena robeknya subtansi alba,iskemia,dan pengaruh massa karena hemoragik,serta edema serebral disekitar disekitar jaringan otak. Berdasarkan GCS cedera kepala/otak dapat terbagi menjadi 3:
1.      Cedera kepala ringan,bila GCS 13-15
2.      Cedera kepala sedang,bila GCS 9-12
3.      Cedera kepala berat bila GCS kurang atau sama dengan 8.



















DAFTAR PUSTAKA

Iskandar.J.SpBS.2004.Cedera Kepala.Jakarta:BIP

Batticaca,Fransisca B.2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta:Salemba Medika

Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta:Salemba Medika

Judha Mohamad dan Hamdani Rahil Nazwar.2011.Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan.Yogyakarta:Gosyen Publishing

Musliha,S.Kep.,Ns.2010.Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta:Nuha Medika

Syaifuddin.2009.Anatomi Tubuh Manusia E/2.Jakarta.Salemba Medika

Syaifuddin.2009.Fisiologi Tubuh Manusia E/2.Jakarta.Salemba Medika
Brunner & suddarth.1997.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah E/3 Vol.3.Jakarta:EGC

1 komentar:

trauma kepala atau cedera kepala merupakan masalah atau kejadian yang berbahaya sehingga memerlukan penangan serius bahkan diperlukan pencegahan baik primer, sekunder, maupun tersier.