18.03 -
Keperawatan Medikal Bedah
1 comment
Trauma Kepala
OLEH
GLORIA
BETSY ALFATINA
AOA0100486
DIII
KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG
2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Medikal
Bedah dengan judul TRAUMA KEPALA
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah sebagai syarat untuk memenuhi
kriteria penilaian. Makalah ini dibuat berdasarkan beberapa referensi buku
maupun internet. Dan makalah ini berisikan tentang pengertian TRAUMA KEPALA,
etiologi,gejala, faktor resiko, patofisiologi, penatalaksanaan, dan asuhan
keperawatan TRAUMA KEPALA..
Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca agar mereka dapat mengetahui dan
mendapatkan pengetahuan yang lebih baik tentang TRAUMA KEPALA.. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan
kritik sangat kami harapkan.
Malang, 04 Juni 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................ 1
KATA
PENGANTAR............................................................................. 2
DAFTAR
ISI............................................................................................. 3
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang................................................................. 4
B. Rumusam
Masalah........................................................... 4
C. Tujuan
............................................................................. 5
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Anatomi system persarafan.............................................. 6
B.
Pengertian Trauma Kepala............................................... 9
C.
Jenis Trauma
Kepala........................................................ 9
D.
Patofisiologi..................................................................... 15
E.
Skor Koma
Glasgow (SKG) ........................................... 16
F.
Penyebab
Trauma Kepala................................................ 19
G.
Pemeriksaan diagnostik................................................... 19
H.
Penatalaksanaan Medis.................................................... 20
I.
Asuhan Keperawatan....................................................... 20
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan...................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lebih dari
80% penderita trauma yang datang ke
rumah sakit selalu disertai cedera kepala. Sebagaian besar penderita trauma
kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,berupa tabrakan sepeda
motor,mobil,sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh
jatuh dari ketinggian,tertimpa benda (ranting pohon,kayu,dll), olahraga, korban
kekerasan (misalnya: senjata api,golok,parang,batang kayu,palu,dll)
Kontribusi
paling banyak terhadap trauma kepala serius adalah ada kecelakaan sepeda
motor,dan sebagian besar diantaranya tidak menggunakan helm atau menggunakan
helm yang tidak memadai (>85%). Dalam hal ini dimaksud dengan tidak memadai
adalah helm yang terlalu tipis dan penggunaan helm tanpa ikatan yang
memadai,sehingga saat penderita terjatuh,helm sudah terlepas sebelum kepala
membentur lantai.
B.
Rumusan Masalah
·
Bagaimana Anatomi system persyarafan?
·
Apa
Pengertian trauma kepala?
·
Apa Jenis
trauma?
·
Bagaimana Patofisiloginya?
·
Bagaimana
Skor koma glasgow (skg)?
·
Apa Penyebab
trauma kepala?
·
Bagaimana Uji diagnostic?
·
Bagaimana Penatalaksanaan medis?
·
Bagaimana Asuhan keperawatan?
C.
Tujuan
·
Mengetahui Anatomi system persyarafan
·
Mengetahui
Pengertian trauma kepala
·
Mengetahui
Jenis trauma
·
Mengetahui Patofisiloginya
·
Mengetahui
Skor koma glasgow (skg)
·
Mengetahui
Penyebab trauma kepala
·
Mengetahui Uji diagnostic
·
Mengetahui Penatalaksanaan medis
·
Mengetahui Asuhan keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Anatomi
system persyarafan
a. Susunan
saraf manusia:
1. Susunan
saraf pusat
·
Otak besar atau serebum
·
Otak kecil atau serebelum
·
Batang otak
2. Susunan
saraf perifer
·
Susunan saraf somatik
·
Susunan syaraf otonom
1. Susunan
saraf simpatis
2. Susunan
saraf parasimpatis
b. Selaput
otak meningen
Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang yang
berfungsi melindungi struktur saraf yang halus, membawa darah dan cairan sekresi
serebrospinalis serta memperkecil benturan atau getaran pada otak dan sumsum
tulang belakang.
1. Durameter:
adalah lapisan paling luar menutup otak dan medulla spinalis. Bersifat
liat,tebal,tidak elastic,berupa serabut dan berwarna abu-abu.
2. Arakhnoidea:
adalah membran bagian tengah bersifat tipis dan lembut menyerupai
laba-laba.membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah.
3. Piameter:
adalah membrane yang paling dalam berupa dinding yang tipis,transparan,yang
menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan daerah otak.
c. Otak
Otak
adalah suatu alat yang sangat penting karena merupakan pusat computer dari
semua alat tubuh.
1. Otak
besar (serebrum)
Terdiri
dari dua hemisfer dan empat lobus,substansia grisea terdapat pada bagian luar
dinding serebrum dan substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam.
Substansia grasea terbentuk dari badan-badan sel saraf dan memenuhi korteks
serebri,nucleus dan basal ganglia. Substansi alba terdiri dari sel-sel saraf
yang menghubungkan bagian-nagian otak dengan bagian yang lain.
Keempat
lobus serebrum adalah: frontal,pariental,te,mporal,oksipital.
2. Diensefalon
Diensefalon
berisi thalamus,hipotalamus dan kelenjar hipofisis. Thalamus berada berada pada
salah satu sisi pada sepertuga ventrikel dan aktifitas primernya sebagai pusat
penyambung sensasi bau yang diterima semua implus memori,sensasi dan nyeri
melalui bagian ini.
3. Batang
otak
Terletak
pada fossa anterior,bagian-bagiannya meliputi: otak tengah, pons, dan medulla
oblongata. Otak tengah menghubungkan pons dsan serebelum dengan hemisfer
serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat reflex
pendengaran dan penglihatan.
Pons
terletak didepan serebelum antara otak tengah dan medulla serta merupakan
jembatan antara dua bagian serebelum.
4. Serebelum
Serebelum
terletak pada fosaa posterior dan terpisah dari hemister serebral,lipatan dura
meter tentorium serebelum. Berfungsi mengotrol gerakan dan keseimbangan.
d. Medulla
spinalis
Medulla
spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari hemisfer
serebral sebagai penghubung otak dan saraf perifer. Medulla spinalis panjangnya
45cm memanjang dari foramen magnum didasar tengkorak sampai bagian atas lumbal
kedua tulang belakang. Medulla spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen
servikal,12 thorakal,5 lumbal,5 sakral dan 5 segmen koksigius.
e. Sistem
saraf perifer
Merupakan
seperangkat saluran biasa yang terletak diluar system saraf pusat. Saraf
perifer merupakan saraf tunggal yaitu saraf motorik,sensorik,dan campuran.
Saraf perifer terdiri dari 12 pasang saraf cranial yang membawa implus dari
dank e otak,3spinalis.1 pasang saraf spinal,yang membawa implus ke dan dari
medulla. Tiap saraf member penginraan bagian-bagian disebut dermatotomis. Saraf
perifer yang menyalurkan informasi ke saraf pusat ialah aferen dan
sensorik,saraf perifer yang mengirim informasi dari pusat saraf disebut eferen
atau motorik.
f. Sistem
saraf autonom
Kotraksi
otot yang tidak dibawa control kesadaran,seperti otot jantung,sekresi semua
digesti dan kelnjar keringat serta aktifitas organ endokrin dikotrol oleh
system saraf autonom. Hipotalamus dalam pengawasan system saraf autonom.
g. System
saraf simpatis dan parasimpatis
Sebagai
mediator pada stimulus simpatis adalah noreepinefrin. Mediator implus
parasimpatis adalah asetilkolin. Pada system saraf simpatis: siap siaga untuk
membantu proses kegawatdaruratan. Tubuh mempersiapkan untuk respon “fight or
fight” jika ada ancaman. System saraf parasimpatis sebagai pengontrol
dominan,untuk efektor visceral atau organ yang ada didalam tubuh dari dalam.
B.
Pengertian Trauma Kepala
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa
(trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan
struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009).
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006)
C.
Jenis Trauma
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area)
dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala
bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala
tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen
tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and
Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah
apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga
menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.
Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah
menembus sampai kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006).
Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut;
a) Fraktur
Menurut
American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur
yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture,
compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut:
·
Simple : retak pada tengkorak tanpa
kecederaan pada kulit
·
Linear or hairline: retak pada kranial
yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan ‘splintering’.
·
Depressed: retak pada kranial dengan
depresi ke arah otak.
·
Compound : retak atau kehilangan kulit
dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma
subdural (Duldner, 2008).
Terdapat
jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau kelainan
pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini
memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi
kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala
berat (Graham and Gennareli, 2000; Orlando Regional Healthcare, 2004). Terdapat
tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan
serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye (penumpukan
darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga
menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa
terjadi pada fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004).
Fraktur
maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang maxilofasial yang
merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur pada
bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari (Garg, 2004).
b) Luka
memar (kontosio)
Luka
memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana n pembuluh
darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit
tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak
terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak
seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat
terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti
luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami
pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah
tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).
Umumnya,individu
yang mengalami cidera luas mengalami fungsi motorik abnormal,gerakan mata
abnormal,dan peningkatan TIK yang merupakan prognosis buruk.
c) Cedera
kepala ringan (Komosio)
Setelah cidera kepala ringan,akan terjadi kehilangan
fungsi neurologis sementara dan tanpa kerusakan struktur. Komosio (commotio) umumnya meliputi suatu periode
tidak sadar yangberakir sselama beberapa detik sampai beberapa menit. Kedaaan
komosio ditunjukan dengan gejala pusing atau berkunang-kunang. Dan terjadi
kehilangan kesadaran penuh sesaat. Jika jaringan otak dilobus frontal terkena
klien akan berperilaku sedikit aneh,sementara jika lobus temporal yang terkena
maka akan menimbulkan amnesia dan disoreintasi.
Penatalaksanaan
meliputi kegiatan:
·
Mengobservasi klien terhadap adanya sakit
kepala,pusing,peningkatan kepekaan terhadap rangsang dan cemas.
·
Memberikan informasi,penjelasan,dan dukungan
terhadap klien tentang dampak paskacomosio
·
Melakukan perawatan 24 jam sebelum klien dipulangkan
klien dipulangkan
·
Memberitahukan klien/keluarga untuk segera membawa
klien kerumah sakit jika ditemukan tanda-tanda sukar bangun,konvulsi (kejang),sakit
kepala berat,muntah,dan kelemahan pada salah satu sis tubuh
·
Mengajurkan klien untuk melakukan untuk
melakukan kegiatan normal perlahan dan bertahap.
d) Laserasi
(luka robek atau koyak)
Luka
laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing.
Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana
lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi
kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya
terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan
biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.
e) Abrasi
Luka
abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa
mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan
subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang
rusak.
e) Avulsi
Luka
avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian
masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada
kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000).
1. Perdarahan
Intrakranial
a.
Perdarahan Epidural (Hematoma
Epidural)
Setelah
cedera kepala ringan, darah terkumpul diruan epidural (ekstradural) diantara
tengkorak dan durameter. Keadaan ini sering diakibatkan karena terjadinya
fraktur tulang tengkorank yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau
rusak (laserasi)-dimana arteri ini berada diantara dura meter dan tengkorak
menuju bagian tipis tulang temporal-dan terjadi hemoragik sehingga terjadi
penekanan pada otot.
Penatalaksanaan
untuk hematoma epidural dipertimbangkan sebagai keadaan darurat yang
ekstrem,dimana deficit neurologis atau berhentinya pernafasan dapat terjadi
dalam beberapa menit. Tindakan yang dilakukan terdiri atas membuat lubang pada
tulang tengkorak (burr),mengangkat bekuan dan mengontrol titik pendarahan.
b.
Perdarahan Subdural
Perdarahan
subdural adalah pengumpulan darah pada ruang diantara dura meter dan dasar
otak,yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma subdural paling
dering disebabkan karena trauma,tetapi dapat juga terjadi akibat kecenderungan
pendarahan yang serius dan aneurisma. Hematoma subdural lebih sering terjadi
pada venadan merupakan akibat dari putusnya pembuluh darah kecilyang
menjebatani ruang subdural. Hematoma subdural bisa terjadi akut,subakut,dan
kronis tergantung padaukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah pendarahan
yang terjadi.
1. Perdarahan
subdural akut
Hematomasubdural
akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau
laserasi. Biasanya klien dalam keadaankomaatau mempunyai keadaan klinis yang
sama dengan hematoma epidural tekanan darah meningkat dan frekuensi nadi lambat
dan pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat.
·
Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan
mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah.
·
Keadaan kritis terlihat dengan adanya
perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
2. Perdarahan
subdural subakut
Hematoma
subdural subakut adakah sekuel dari kontusio sedikit berat dan dicurigai pada
klien dengan kegagalan untuk meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala.
Tanda-tanda
dan gejalanya hampir sama pada hematoma subdural akut yaitu:
·
Nyeri kepala
·
Bingung
·
Mengantuk
·
Menarik diri
·
Berfikir lambat
·
Kejang
·
Oedema pupil
3. Perdarahan
subdural kronis
Hematoma
subdural kronis menyerupai kondisi lain yang mungkin dianggap sebagai stroke.
Pendarahan sedikit menyebar dan mungkin dapai kompresi pada intracranial. Darah
dalam otak mengalami perubahan karakter dalam 2-4 hari,menjadi kental dan lebih
gelap. Dalam beberapa minggu bekuan mengalami warna serta konsistensi seperti
minyak mobil. Otak beradaptasi pada invasi benda asing ini,tanda serta gejala
klinis klien berfluktuasi seperti terdapat sering sakit kepala hebat,kejang
fokal.
Tindakan
terhadap hematoma subdural kronis terdiri atas bedah pengangkatan bekuan dengan
dengan menggunakan penghisap dan pengirigasian area tersebut. Proses ini dapat
dilakukan melalui pembuatan lubang (burr) ganda atau kraniotomi yang dilakukan
untuk lesi massa subdural yang cukup besar yang dapat dilakukan melalui
pembuatan lubang (burr).
D.
Trauma kepala
|
Kulit kepala
|
Tulang kepala
|
Jaringan otak
|
Hematom pada kulit
|
Fraktur linear
|
Komusio,hematoma, edema,kontusio
|
Fraktur linear,fraktur
communited,fraktur depressed,fraktur basis
|
TIK meningkat
|
Respon fisiologis otak
|
Cedera otak sekunder
|
Kerusakan
sel otak menigkat
|
Peningkatan rangsangan simpatis
|
Peningkatan tahanan vaskuler
sistemik dan TD meningkata
|
Penurunan tek.pemb. darah
pulmonal
|
Peningkatan tek.hidrostatik
|
Kebocoran cairan kapiler
|
Edema paru
|
Edema otak
|
Gangguan autoregulasi
|
Cedera otak primer
Ringan,Sedang,berat
|
Gangguan kesadaran, gangguan TTV,
kelainan neurologis
|
Hipoksemia serebral
|
kelainan
|
Stress lokalis
|
Peningkatan ketokolamin
peningkatan sekresi asam lambung
|
Mual muntah
|
Gangguan perfusi jaringan
|
Gangguan pola nafas
|
Difusi O2
terhambat
|
Intake nutrisi tidak adekuat
|
Hipoksemia
heperkapnea
|
Aliran darah ke otak menurun
|
Gangguan perfusi serebral
|
Peningkatan asam laktat
|
O2 menurun : Gangguan
metebolisme
|
Cedera otak
|
E.
Skor Koma Glasgow (SKG)
Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada
pasien trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada
setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah;
1. Proses
membuka mata (Eye Opening)
2. Reaksi
gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)
3. Reaksi
bicara (Best Verbal Response)
Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam
suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).
Table 2.1 Skala Koma Glasgow
Eye Opening
|
|||||
RESPON MATA
|
≥
1 TAHUN
|
0-1 TAHUN
|
|||
4
|
Mata terbuka dengan spontan
|
Membuka mata spontan
|
|||
3
|
Mata membuka
setelah diperintah
|
Membuka mata oleh teriakan
|
|||
2
|
Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri
|
Membuka mata oleh nyeri
|
|||
1
|
Tidak membuka
mata
|
Tidak membuka mata
|
|||
Best Motor
Response
|
|||||
RESPON MATA
|
≥
1 TAHUN
|
0-1 TAHUN
|
|||
6
|
Menurut perintah
|
Belum dapat dinilai
|
|||
5
|
Dapat
melokalisir nyeri
|
Melokalisasi nyeri
|
|||
4
|
Menghindari nyeri
|
Menghindari nyeri
|
|||
3
|
Fleksi
(dekortikasi)
|
Fleksi abnormal (decortikasi)
|
|||
2
|
Ekstensi (decerebrasi)
|
Eksternal abnormal
|
|||
1
|
Tidak ada
gerakan
|
Tidak ada respon
|
|||
Best Verbal
Response
|
|||||
RESPON MATA
|
>5
TAHUN
|
2-5 TAHUN
|
0-2
TAHUN
|
||
5
|
Orientasi baik dan mampu berkomunikasi
|
Menyebutkan kata-kata yang sesuai
|
Menangis kuat
|
||
4
|
Disorientasi
tapi mampu berkomunikasi
|
Menyebutkan kata-kata yangtidak sesuai
|
Menangis lemah
|
||
3
|
Menyebutkan kata-kata yang tidak sesuai (kasar, jorok)
|
Menangis dan menjerit
|
Kadang-kadang menagis / menjerit
|
||
2
|
Mengeluarkan
suara
|
Mengeluarkan suara lemah
|
Mengeluarkan suara lemah
|
||
1
|
Tidak ada respon
|
Tidak ada respon
|
Tidak ada respon
|
||
Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis
dibagi atas;
1. Trauma
kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 – 15
2. Trauma
kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 – 13
3. Trauma
kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 – 8
a) Trauma Kepala
Ringan
Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan,
tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi,
Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya
fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya
(Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15
(sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala,
hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah
cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera
kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya
kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat
rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004).
Tanda dan gejala:
·
Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun
selama beberapa saat kemudian sembuh.
·
Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
·
Mual atau dan muntah.
·
Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
·
Perubahan keperibadian diri.
·
Letargik.
b) Trauma Kepala
Sedang
Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan
abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit
(Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap
mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian
penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15
mmol/L (Parenrengi, 2004).
c) Trauma Kepala
Berat
Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di
Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat
dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera
kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak
sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera
dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera
kepala secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala
berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak
dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak
(DeSalles etal., 1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan
kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004).
Tanda dan gejala:
·
Simptom atau tanda-tanda cardinal yang
menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat.
·
Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
·
Triad Cushing (denyut jantung menurun,
hipertensi, depresi pernafasan).
·
Apabila meningkatnya tekanan intrakranial,
terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.
F.
Penyebab Trauma Kepala
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab
utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas
sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan
kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab
utama trauma kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat
inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi.
Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat
sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado, Thomas,
2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:
1. Kecelakaan
Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor
bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan
kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).
2. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun
atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di
gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
3. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal
atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain
(secara paksaan).
G.
UJI DIAGNOSTIK
Pemeriksaan
diagnostic untuk pasien cedera kepala meliputi hal-hal dibawah ini:
1. CT-scan (dengan tanpa kontras)
2. MRI
3. Angiografi
berkala
4. EEG
berkala
5. Foto
rontgen
6. PET
7. Pemeriksaan
CFS
8. Kadar
elektrolit
9. Skrining
toksikologi
10. AGD
H.
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Angkat
klien dengan papan datar untuk mempertahankan
posisi kepala dan leher sejajar.
2. Traksi
ringan pada kepala
3. Kolar
servikal
4. Terapi
untuk mempertahankan homeostasis otak dan mencehag kerusakan otak
5. Tindakan
terhadappeningkatan TIK
6. Tindakan
pendukung yang lain,yaitu:
·
Pemantauan ventilasi
·
Pencegahan kejang
·
Pemantauan cairan dan elektrolit
·
Keseimbangan nutrisi
I.
ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
1. Identitas
klien
2. Riwayat
kesehatan
3. Riwayat
tidak sadar atau anamnesis setelah cedera kepala menunjukan derajat kerusakan
yang berarti,dimana perubahan selanjutnya dapat menunjukan pemulihan atau
terjadinya kerusakan otak sekunder.
4. Komplikasi
·
Edema serebral dan herniasi
·
Deficit neurologis
·
Infeksi sistemik (pneumonia,ISK,septikemia)
·
Infeksi bedah neuro (infeksi luka,
osteomeilitis, meningitis, ventrikulitis, abses otak)
·
Osifikasi heterotrofik ( nyeri tulang pada
sendi-sendi yang menunjang berat badan)
5. Pemeriksaan
fisik:
·
Keadaan umum
·
Pada keadaan cedera kepala biasanya mengalami
penurunan kesadaran (cedera kepala ringan,GCS: 13-15; cedera kepala sedang GCS:
9-12; cedera kepala berat GCS: kurang atau sama dengan 8) dan terjadi juga
perubahan tanda-tanda vital.
6. Breathing
(B1)
Perubahan
system persyarafan tergantung gradasi dari perubahan serebral akibat trauma
kepala.
·
Inspeksi
: klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi nafas. Terdapat retraksi klafikula/dada,
pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada tidak penuh dan tidak simetris.
·
Palpasi:
fremitus menurun disbanding dengan sisi yang lain akan didapatkan jika
melibatkan trauma pada rongga otak.
·
Perkusi:
adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada thorak/hematoraks.
·
Auskultasi:
bunyi nafas tambahan,stridor,ronchi pada klien yang dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk menurun terutama pada status kesadaran koma.
7. Blood
(B2)
·
Sering ditemukan syok hipovelemik pada cedera
kepala sedang dan berat. Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi,
takikardi dan aritmia. Frekuansi nadi
cepat dan lemah Karen homeostatis tubuh untuk menyeimbangkan kebutuhan oksigen
perifer.
·
Nadi bradikardi sebagai tanda perubahan perfusi
jaringan otak
·
Kulit pucat karena penurunan kadar hemoglobin
dalam darah
·
Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi
jaringan dan tanda-tanda awal dari syok
·
Terjadi retensi atau pengeluaran garam dan air
oleh tubulus sehingga elektrolit meningkat.
8. Brain
(B3)
·
Pengkajian tingkat kesadaran :
letargi,stupor,semikomatosa sampai Koma
·
Pengkajian fungsi serebral
·
Pengkajian saraf cranial
9. Bladder
(B4)
·
Kajji keadaan urine meliputi warna,jumlah, dan
karakteristik urine termasuk berat jenis urine
·
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi
cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfudsi pada ginjal
·
Setelah cedera kepala,klien terjadi inkotinensia
urine
10. Bowel
(B5)
·
Terjadi kesulitan menelan,nafsu makan
menurun,mual dan muntah pada fase akut. Defekai terjadi kontipasi akibat
penurunan peristaltic usus
·
Pemeriksaan rongga mulut terdapat mulut dan
dehidrasi
·
Bising usus menurun atau hilang. Motiitas usus
menurun
11. Bone
(B6)
Disfungsi
motorik yaitu : kelemahan pada seluruh ekstrimitas. Kaji warna kulit ,suhu
kelembabpan dan turgor kulit,warna kebiruan. Pucat pada wajah dan membrane
mukosa karena rendahnya kadar hemoglobin atau syok.
b. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Gangguan
pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan
perubahan membrane alveolar-kapiler.
Ditandai
dengan:
DS:
klien mengatakan sulit bernafas dan sesak nafas
DO:
a) Gangguan
visual
b) Penurunan
karbon dioksida
c) Takikardia
d) Tidak
dapatistirahat
e) Somnolen
f) Irritabilitas
g) Hipoksia
h) Bingung
i)
Dispnea
j)
Perubahan warna kulit (pucat,sianosis)
k) Hipoksia
atau hiperkabia
l)
Frekuensi dan irama pernafasan abnormal
m) Sakit
kepala saat bangun tidur
n) Diaphoresis
o) pH
darah arteri abnormal
p) mengorok
2. Ketidakefektifan
perfusi jaringan serebralyang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial
Ditandai
dengan:
DS
: klien/keluarga mengatakan adanya kejang
DO
:
a) Perubahan
tingkat kesadaran
b) Gangguan
atau kehilangan memori
c) Deficit
sensori
d) Perubahan
tanda vital
e) Perubahan
pola istirahat
f) Retensi
urine
g) Gangguan
berkemih
h) Nyari
akut atau kronik
i)
Demam
j)
Mual
k) Muntah
l)
Bradikardi
m) Perubahan
pupil (ukuran)
n) Pernafasan
Cheyne-Stokes Kussmaul
3. Gangguan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovascular
Ditandai
dengan:
DS:
klien mengatakan kesulitan untuk bergerak dan memerlukan bantuan untuk bergarak
DO
:
a) Kelemahan
b) Parestesia
c) Paralisis
d) Ketidakmampuan
e) Kerusakan
koordinasi
f) Keterbatasan
rentang gerak
g) Penurunan
kekuatan otot
4. Gangguan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan akibat sekunder dari
penurunan tingkat kesadaran.
Ditandai
dengan:
DS:
keluarga mengatakan klien tidak sadar
DO:
a) Klien
menunjukan ketidakadekuatan nutrisi
b) Terjadi
penurunan BB 20 % atau lebih dari berat badan ideal
c) Konjungtiva
anemis
d) Hemoglobin
abnormal
e) Penurunan
tingkat kesadaran
5. Resiko
aspirasi yang berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Ditandai
dengan:
DS;
klien / keluarga mengatakan klien sulit menelan
DO:
a) Batuk
saat menelan
b) Dispnea
c) Delirium
d) Soporakoma
e) Koma
f) Penurunan
PaCO2
6. Resiko
mencederai diri sendiri : trauma jatuh berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Ditandai
dengan:
DS:
keluarga mengatakan klien gelisah
DO:
a) Disorentasi
waktu
b) Gelisah
c) Letargi
d) Stupor
e) CT-scan kepala menunjukan adanya kerusakan
RENCANA TINDAKAN
NO
|
Tgl/jam
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membrane alveolar-kapiler.
Ditandai dengan:
DS: klien mengatakan sulit bernafas dan sesak nafas
DO:
a) Gangguan
visual
b) Penurunan
karbon dioksida
c) Takikardia
d) Tidak
dapat istirahat
e) Somnolen
f) Irritabilitas
g) Hipoksia
h) Bingung
i)
Dispnea
j)
Perubahan warna kulit (pucat,sianosis)
k) Hipoksia
atau hiperkabia
l)
Frekuensi dan irama pernafasan abnormal
m) Sakit
kepala saat bangun tidur
n) Diaphoresis
o) pH
darah arteri abnormal
p) mengorok
|
Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 jam,gangguan
pertukaran gas teratasi.
kriteria hasil:
1. klien
akan merasa nyaman
2. klien
mengatakan sesak berkurang dan dapat membandingkan dengan keadaan sesak pada
saat serangan (onset) yang berbeda waktu.
3. TD
dalam batas normal 90/60 mmhg
3-6th: 110/70 mmhg
7-10th: 120/80 mmhg
11-17th: 130/80 mmhg
18-44th: 140/90 mmhg
45-64th: 150/95 mmhg
>65 th: 160/95 mmhg
(Campbell,1978)
Nadi dalam batas normal:
Janin: 120-160x/mnt
Bayi: 80-180x/mnt
Anak: 70-140x/mnt
Remaja: 50-110x/mnt
Dewasa; 70-82x/mnt
4. AGD
dalam batas normal
pH: 7,35-7,45
CO2: 20-26 mEq (bayi)
26-28 mEq (dewasa)
PO2 (PaO2):80-110
mmhg
PCO2 (PaCO2):35-45mmhg
SaO2: 95-97%
|
1. Istirahatkan
klien dalam posisi semifowler
2. Pertahankan
oksigenasi
3. Observasi
tanda vital tiap jam atau sesuai respon klien
4. Kolaborasi
pemeriksaan AGD
|
Posisi semifowler membantu dalam ekpansi otot-otot
pernafasan dengan pengaruh graviatsi.
Oksigen sangat penting sekali dalam memelihara suplai ATP.
Kekurangan oksigen pada jaringan akan menyebabkan lintasan metabolism yang
normal dengan akibat terbentuknya asam laktat (asidosis metabolik) ini
bersama dengan asidosis respiratorik akan menghentikan metabolisme.
Regenerasi ATP akan berhenti sehingga tidakada lagi sumber energi yang terisi
dan terjadi kematian.
Normalnya TD akan sama pada berbagai posisi.
Nadi menandakan tekanan dinding arteri
Suhu tubuh abnormal disebabkan oleh mekanisme pertahanan
tubuh yang menandakan tubuh kehilangan daya tahan atau mekanisme pengaturan
suhu tubuh yang buruk.
Sesak nafas merupakan tanda bahwa tubuh memiliki mekanisme
kompensasi sedang bekerja guna mencoba membawa oksigen lebih banyak ke
jaringan. Sesak nafas pada penyakit paru dan jantung mengkhawatirkan karena
dapat timbul hipoksia.
|
|
2
|
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebralyang berhubungan
dengan peningkatan tekanan intracranial
Ditandai dengan:
DS : klien/keluarga mengatakan adanya kejang
DO :
1. Perubahan
tingkat kesadaran
2. Gangguan
atau kehilangan memori
3. Deficit
sensori
4. Perubahan
tanda vital
5. Perubahan
pola istirahat
6. Retensi
urine
7. Gangguan
berkemih
8. Nyari
akut atau kronik
9. Demam
10. Mual
11. Muntah
12. Bradikardi
13. Perubahan
pupil (ukuran)
14. Pernafasan
Cheyne-Stokes Kussmaul
|
Setelah dilakukan intervensi keparawatan, klien tidak
menunjukan peningkatan TIK .
Kriteia hasil:
1. Klien
akan mengatakan tidak sakit kepala dan merasa nyaman
2. Mencegah
cedera
3. GCS
dalam batas normal
4. Peningkatan
pengetahuan pupil membaik
5. Tanda
vital dalam batas normal
|
1. Ubah
posisi klien secara bertahap
2. Jaga
suasana tenang
3. Atur
posisi pasien bedrest
4. Kurangi
cahaya ruangan
5. Tinggikan
kepala
6. Hindari
rangsangan oral
7. Angkat
kepala dengan hati-hati
8. Awasi
kecepatan tetesan cairan infuse
9. Berikan
makanan personde susuai jadwal
10. Pasang
pagar tempat tidur
11. Pantau
tanda gejala TIK
12. Kaji
respon pupil
13. Kaji
tanda vital
|
Klien dengan paraplegia berisko mengalami luka tekan
(dekubitus).
Suasana nyaman akan memberikan rasa nyaman pada klien dan
mengurangi ketegangan.
Bedrest bertujuan mengurangi kerja fisik,beban kerja jantung.
Cahaya merupakan rangsangan yang beriko meningkatkan TIK
Membantu drainase vena untuk mengurangi kongesti
serebrovaskuler
Rangsangan oral resiko terjadi peningkatan TIK
Tindakan yang kasar beresiko terhadap peningkata TIK
Mencegah resiko ketidak seimbangan cairan
Mencegah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dan
mempercepat proses penyembuhan
Mencegah resiko cedera jatuh akibat tidak sadar
Fungsi kortikal dapat dikaji dengan mengevaluasi pembukaan
mata dan respons motorik. Tidak ada respon menunjukan kerusakan masenfalon.
Perubahan pupil menunjukan tekanan pada saraf okulomotorius
atau optikus
Tanda vital menunjukan peningkatan TIK
|
|
3
|
Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan
neurovascular
Ditandai dengan:
DS: klien mengatakan kesulitan untuk bergerak dan memerlukan
bantuan untuk bergarak
DO :
1. Kelemahan
2. Parestesia
3. Paralisis
4. Ketidakmampuan
5. Kerusakan
koordinasi
6. Keterbatasan
rentang gerak
7. Penurunan
kekuatan otot
|
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam
kebutuhan hidrasi terpenuhi.
kriteria hasil:
1. Turgor
kulit baik
2. Tanda
vital dalam batas normal
3. Nilai
elektrolit serum dalam batas normal
4. Berat
badan dalam batas normal.
|
1. Pantau
keseimbangan cairan
2. Pantau
tanda-tanda vital
3. Pemeriksaan
serial elektrolit darah atau urine dan osmolalitas
4. Evaluasi
elektrolit
5. Lakukan
uji urine
|
Kerusakan otak dapat menghasilkan disfungsi hormonal dan
metabolic
Memeriksa keadaan umum
Hal ini dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium.
Retensi natrium dapat terjadi beberapa hari,diikuti dengan diuresis natrium.
Peningkatan letargi,konfusi,dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.
Fungsi elektrolit dievaluasi dengan memantau
elektrolit,glukosa serum,serta intake dan output.
Urine diuji secarater atur untuk mengetahui kandungan
aseton.
|
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Trauma
atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak dengan gangguan fungsi
normal otak karena trauma baik karena trauma tumpul maupun trauma tajam.
Deficit neurologis terjadi karena robeknya subtansi alba,iskemia,dan pengaruh
massa karena hemoragik,serta edema serebral disekitar disekitar jaringan otak.
Berdasarkan GCS cedera kepala/otak dapat terbagi menjadi 3:
1.
Cedera kepala ringan,bila GCS 13-15
2.
Cedera kepala sedang,bila GCS 9-12
3.
Cedera kepala berat bila GCS kurang atau sama
dengan 8.
DAFTAR
PUSTAKA
Iskandar.J.SpBS.2004.Cedera Kepala.Jakarta:BIP
Batticaca,Fransisca
B.2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta:Salemba Medika
Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan.Jakarta:Salemba Medika
Judha Mohamad dan
Hamdani Rahil Nazwar.2011.Sistem
Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan.Yogyakarta:Gosyen Publishing
Musliha,S.Kep.,Ns.2010.Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta:Nuha
Medika
Syaifuddin.2009.Anatomi Tubuh Manusia E/2.Jakarta.Salemba
Medika
Syaifuddin.2009.Fisiologi Tubuh Manusia E/2.Jakarta.Salemba
Medika
Brunner &
suddarth.1997.Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah E/3 Vol.3.Jakarta:EGC
1 komentar:
trauma kepala atau cedera kepala merupakan masalah atau kejadian yang berbahaya sehingga memerlukan penangan serius bahkan diperlukan pencegahan baik primer, sekunder, maupun tersier.
Posting Komentar